Selasa, 10 Agustus 2010

Sebuah Surat untuk Malaikat Maut]Ketika Kepak Sayap-mu Hujani Mata Kami

Semesta bertasbih ..
Di ratapnya orang yang bersedih
Tapi kau tak peduli
Terhadap siapa yang kau bawa pergi..

Bagai awan mendung yang menggantung
Kau tebarkan murung yang menggunung
Laksana petir yang menyambar
Kau semburkan getir yang melahar

Ooooohhhhhhhhh....
Sungguh tak ada yang dapat berlari
Tak satupun sanggup memungkiri
Bahwa setiap yang bernafas; pasti akan M-A-T-I...

Aduhai.. Betapa luasnya kuasamu ini..
Kau pisahkan sang ayah dari anak dan istri..
Kau renggut sang terkasih dari yang mengasihi...
Kau putuskan lezatnya meniti hari...

Bagai daun kering yang berguguran
Kau pekatkan aura kematian
S'perti buah kelapa yang berjatuhan
Tua-muda, semua kau beri perpisahan

"Tapi jangan khawatir", itu katamu...
"Perpisahan ini bukanlah elegi
Namun, sebuah gerbang pembuka hati
Dalam perjalanan suci menuju Ilahi"

"Namun, bagi mereka yang lalai", lanjutmu...
"Akan menunggu adzab yang pasti
dimana hari-hari bukanlah mimpi yang tak bertepi
melainkan gelap malam yang t'rus merajam diri"

Dan akupun bertanya, wahai Izrail
dalam rupa apa kau kan datang memanggil?
dalam keadaan bagaimana nyawaku kau cungkil?
dan dengan sayap yang mana, rohku ini kau ambil?

Hingga nanti.., wahai makhluk yang ditakuti
Kau akan berdiri di hadapanku sendiri
Mencuri cahaya mata dari tubuh tak-abadi
Terbangkan jiwaku melintasi mentari...

Dan kini.., wahai algojo yang tak bermurah hati
Tidakkah kau lihat, karyamu selalu hantui kami
Di saat catatan pahala-dosa t'lah terhenti
Dan, Ketika kepak sayapmu hujani mata kami...

(Oh, adakah aku tergolong "beruntung" atau "merugi"?)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar